Sabtu, 19 Desember 2015

Kumpulan Kultum Tentang Kematian

Pembaca yang budiman, berikut ini adalah Kumpulan Kultum Tentang Kematian yang sudah saya susun sedemikian rupa. Saya paparkan tiga variasi judul dengan tema yang sama. Dan juga sudah saya berikan contoh prakteknya dalam bentuk MP3 (durasi MP3 enam sampai tujuh menit. Kapasitas sangat ringan jadi proses downloadnya jadi sebentar) sehingga anda bisa lebih memahami materi yang terkandung di dalam kultum.

Yap, mari kita simak 3 kultum singkat tentang kematian berikut ini:

Kutlum 1: Cara Menyikapi Kematian dengan Benar

Kematian masih menjadi misteri terbesar dalam kehidupan manusia sekaligus yang paling mengerikan. Tidak ada resiko yang paling berat selain mati. Maka wajar kebanyakan manusia takut mati. Selain rasanya sakit, 
 "Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang." (HR Tirmidzi)

Juga ia penghapus segala kenikmatan, pemisah antara suami dan isteri, pemisah antara anak dan ibu, pemisah antara dunia dan penghuninya. Innalillah.

Tapi seorang mukmin yang baik menyikapi kematian secara wajar, tidak berlebihan. Islam justru mengajak umatnya untuk memikirkan kehidupan setelah mati. Sebab maut hanya mampir sebentar, beberapa menit saja. Sedangkan kehidupan setelah maut itu datang teramat panjang, tak hingga.

Hal yang harus kita sikapi dengan serius adalah kejadian setelah kematian dan persiapan apa yang kita siapkan untuk itu. Nah, sepertinya ini yang jarang dikhawatirkan oleh kaum muslimin. Keadaan mereka seperti tidak akan pernah mati, hidup selamnya. Hidup hura-hura menikmati kesenangan dunia lupa pada akhirat.

Banyak sekali terjadi penyimpangan terhadap norma-norma agama: pelacuran, minuman keras, pencurian, perampokan, pembunuhan, korupsi dan kejahatan lainnya selalu menjagi hiasan layar kaca. Mereka muslim tapi seperti bukan muslim.

Padahal kematian selalu menanti mereka. Ketika ajal tiba terbukalah pintu menuju alam kekal abadi. Kalau senang, senangnya akan abadi. Tapi kalau susah, susahnya juga abadi (kecuali orang yang diampuni Allah dan dimasukkan ke dalam surga).

Nah, inilah yang harus kita khawatirkan dan harus kita sikapi sunguh-sungguh: senang-susah, bahagia-sengsara, baik-buruknya nasib kita setelah mati.

Bagaimana cara menyikapi kematian dengan benar? Jawabannya tidak ada lain kita harus berbekal amal saleh. Ada empat tips agar kita bisa menjadikan amal saleh sebagai bekal terbaik untuk menyikapi kematian dan alam setelahnya.

Pertama, menyikapi amal soleh dengan bersemangat. Mukmin yang baik menyikapi amal soleh seperti hendak bertamasya. Bayangkan kita akan bertamasya ke pantai yang indah. Walaupun belum sampai ke tujuan, kita sudah senang duluan. Mengapa demikian? Karena ada rasa ingin yang besar untuk menikmati keindahan yang Allah letakkan pada pantai itu.

Begitu juga ketika hendak beramal. Mukmin yang saleh akan senang beramal karena dia merasa akan menyantap berkah-berkah di balik amal soleh yang akan dikerjakan. Kenikmatannya yang berlapis-lapis itu bisa dia dirasakan langusng di dunia, lebih-lebih di akhirat.

Perhatikan apa yang Rasulullah katakan beriktu ini:
Siapa yang selalu shalat 12 rakaat setiap hari dan malam, maka dibangunkan baginya rumah di surga. yakni empat rakaat sebelum shalat zuhur dan dua rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah shalat maghrib, 2 rakaat setelah shalat isya dan dua rakaat sebelum shalat subuh.” (HR an-nasaa’i dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no. 6183)
Bagaiman pendapat kita dengan tawaran Rasul tercinta? Tidakkah kita bersemangat dengan tawaran yang sangat berharga itu? Sebuah rumah di surga hanya dengan hanya 12 rakaat solat sunnah saja. Terkadang kita lebih sering bersemangat membangun rumah di dunia dengan kerja keras mengumpul uang tanpa kenal lelah.  Jarang sekali kita bersemangat membangun rumah di surga padahal jalannya tidaklah terlalu sulit, apalagi sampai berkeringat dan kecapean. Cukup dengan sholat sunnah, kita bisa mendapatkan rumah di surga. Subhanallah, alangkah baiknya Allah.

Buang rasa malas dalam beribadah. Singsingkan lengan baju dan bersungguhlah kita untuk meraih kebaikan-kebaikan akhirat. Janji-janji Allah pasti akan ditepati, tinggal kita saja yang harus bersegera menjemput dengan senang hati.

Kedua, menyikapi amal soleh dengan bersegera. Allah menginginkan kita bersegera beramal karena di depan kita ganjaran pahala sangat besar sedangkan kehidupan dunia sangatlah singkat. Seperti kita menaiki pesawat. Kita harus segera datang ke bandara tepat waktu sebab tujuan telah menanti dan bila terlambat kita akan rugi, tiket pesawat hangus.

Perhatikan Firman Allah berikut:
“Dan bersegeralah kalian kepada ampunan Tuhan kalian, dan kepada surga-Nya yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imran: 133).
Menurut para ahli tafsir, bersegera menuju ampunan Allah bermakna bersegera menuju amal saleh. Sebab di balik amal saleh terdapat keampunan-Nya. Jadi ketika Dia memerintahkan kita menuju ampunan-Nya berarti Dia ingin kita bersegera beribadah kepada-Nya, jangan telat.

Jangan sampai malas-malasan, bersemangatlah kita karena balasannya tidak akan pernah mampu kita bayar dengan uang, emas dan permata yang ada di dunia ini. Balasan itu seluas langit dan bumi yang berisi kebun-kebun hijau, makanan dan munuman yang sedap, istana-istana megah dan pelayannya yang setia di surga.

Ketiga, melakukannya dengan sebaik mungkin. Mukmin yang baik akan beramal dengan kualitas terbaik sebab Allah hanya menerima yang terbaik. Seperti ibadah kurban: sapinya harus baik, kambingnya harus baik, tidak boleh cacat. Allah menyiapkan "upah" terbaik bagi yang mengerjakan yang terbaik. Sama seperti kita, kita akan senang dengan yang terbaik dan kurang senang bila ada orang yang kurang maksimal kerjanya, bukan? 
... Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya...” (QS. Al Mulk: 2)
Jadi, ketika Allah menyiapkan pahala terbaik, Dia juga memberikan ujian kepada kita, apakah kita bisa menjawab soal dengan baik atau tidak. Apakah kita benar-benar sudah siap menghadap Allah dengan pribadi yang berkualitas atau belum. Jangan-jangan kita hanya pandai berucap "kami umat terbaik" tetapi perilaku kita terkadang lebih sering tidak sejalan dengan ucapan. Terlalu banyak janji-janji manis di dalam solat kita kepada Allah, tetapi berapa banyak pula pelanggaran yang kita lakukan. Astaghfirullah.

Muslim yang baik adalah muslim yang mengutamakan kualitas dan jujur dalam hidup sehingga dia mampu berjalan lurus hanif sehingga semua kegiaannya dilakukannya dengan sebaik mungkin untuk menggapai ridha Allah.


Keempat, melakukannya dengan jumlah yang banyak. Allah tidak hanya senang pada kualitas tapi juga pada kuantitas. Lebih-lebih bila keduanya digabungkan: ibadah yang banyak dan berkualitas. Hanya saja karena manusia hidup di dunia yang penuh godaan, maka akan sangat sulit sekali bila semua amalnya baik dan berkualitas. Karena itu Allah membentangkan waktu agar manusia mampu mengintai saat-saat tepat untuk untuk beribadah kepada-Nya sepanjang umur.

Dari itu, Allah sangat sering menggunakan angka di dalam perintah dan anjuran beriabadah seperti hadis yang penulis kutip di awal tadi: Shalat dalam sehari semalam 12 rakaat. Dan masih banyak hadis yang serupa yang menyuruh kita memperhatikan bilangan atau jumlah amal. Ini sama seperti pepatah orang Barat mengatakan: Quantity make quality, kuantitas menghasilkan kualitas.

Apa maksud pepatah ini? Maksudnya adalah bahwa ketika kita melakukan sesuatu dengan jumlah yang banyak, maka kita akan menjadi ahlinya. Apakah anda pernah mendengar pernyataan ini? Yap, ahli berasal dari bahasa Arab yang salah satu maknanya orang yang biasa melakukan sesuatu. Ketika kita terbiasa membaca al Quran, kita akan dicap allah sebagai ahli al Quran. Perhatikan hadis berikut:

“Bacalah al-Qur’an karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada para ahlinya.” (HR. Muslim)
Dengan banyak maksiat kita disebut ahli maksiat. Maka jangan sering bermaksiat. Dan dengan banyak beramal kita akan menjadi AHLI ibadah. Maka sering-seringlah beribadah dan tingkatkan kualitasnya agar kita dicap Allah sebagai ahli. Dan bila kita telah menjadi ahli ibadah, maka ibadah itu sendiri yang akan menjadi teman kita setelah melewati gerbang kematian.

Ya, jelas sekali Allah sangat ingin kita dekat dengan-Nya seringkali. Tapi karena Allah hanya menerima yang baik, sedangkan kita tidak bisa selalu melakukan yang terbaik untuk-Nya. Maka dengan beramal dalam jumlah yang banyak, mudah-mudahan satu atau beberapa amal itu menjadi amal yang berkualitas yang mengundang cinta Allah kepada kita. Dan mudah-mudahan pula itu dapat menjadi sebab selamatnya kita menghadapnya di akhirat kelak.

Demikianlah. Dengan memiliki empat sikap yang benar dalam beramal: bersemangat, bersegera, melakukannya dengan kualitas dan dalam jumlah yang banyak, kita bisa menghadapi kematian dengan penuh kesiapan. Amin.
“Berbekallah. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al Baqarah : 197)
Kematian adalah kata yang paling mengerikan dan sekaligus menyenangkan. Ia akan menjadi menakutkan bila kita pelit beramal di dunia. Dan akan menjadi yang menyenangkan bila kita senang berbuat baik di waktu hidup. Karena itu berbekallah dengan takwa. Semoga bermanfaat dan berkah untuk kita semua.

Audio berikut ini tidak memuat semua yang ada di dalam tulisan ini karena sudah saya sesuaikan dengan kebutuhan kutlum 7 menit. Silakan diputar atau didownload.





Kultum 2: Memaknai Kematian 

Kematian adalah batas dunia dan akhirat. Jangan menganggap akhirat itu jauh. Ia dekat sedekat kita dan urat leher kita. Jangan anggap ketika kita mati kita akan kesepian. Kita akan ditemani banyak binatang dan huru hara. Atau kita akan ditemani malaikat yang baik dan amal ibadah kita. Jangan jadikan kematian sebagai tujuan sehingga kita hidup hanya untuk menghabiskan jatah umur, jangan. Tapi jadikanlah kematian sebagai batas untuk menyeberang ke dalam kehidupan yang lebih baik di akhirat. Sungguh menyenangkan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar